Lelah menjadi pegawai membuat gue berpikiran “setelah
menjalani hari minggu dengan tidur panjang, membuat hari senin menjadi terasa
agak berat”. Selingan mengatasi jenuh, gue bbman dengan salah seorang sahabat.
R : hujan di Bandung, just memories...
D: keingetan mantan?
R: tapi bener sih kali ini gue jujur jadi takut memulai
sesuatu yang baru
D: apa tuh namanya? Trauma?
R: I dont know. Hahahaa
Tawa tadi hanya kamuflase bahwa sejatinya doi rapuh, buat
doi mencintai seseorang yang baru tidak akan pernah bisa sama dengan cintanya
dulu. Tapi buat gue itu alami, karena ternyata cinta ga pernah bisa ditakar.
Tidak seperti kandungan Tar atau Nikotin dalam rokok lo, cinta tidak bisa lo
kaliin dua atau tiga. Cinta tidak punya standar interval yang bisa jadi
indikator cinta lo dalem atau sekedarnya.
Perkara lo ga berani memulai sesuatu yang baru bukan karena
cinta lo yang begitu dalam atau mantan lo yang begitu hebat. Sebaliknya, saat
lo terpuruk melihat mantan lo dengan sebelah kaki mampu perpindah kelain hati,
gue jamin bukan karena cintanya sedikit atau pacar barunya lebih hebat daripada
lo. Pacar baru doi dokter, cantik dan anak pejabat bukan indikasi dia lebih
hebat dari pada lo. Satu hal yang gue pahami, saat Marquez berhasil menikung
Rossi di Misano World bukan berarti Marquez lebih hebat, karena ternyata di
Philip Island, Rossi berhasil mengalahkan Marquez. Itulah sebabnya postingan
temen gue yang bertuliskan “DIBALIK MOVE ON YANG LAMBAT, TERDAPAT MANTAN YANG
HEBAT DAN DIBALIK MOVE ON YANG CEPAT, TERDAPAT ORANG LAIN YANG LEBIH HEBAT”
menjadi kalimat yang lucu.
Ani: gimana lo sama pacar lo?
Sinta: gue pernah mencinta lebih baik dari pada ini.
Ani: lalu?
Sinta: dia mampu mempertahankan gue.
Terkesan jahat? Mungkin iya. Tapi tidak buruk. Bukan berarti
Sinta mempermainkan pasangannya, bukan berarti doi Cuma memanfaatkan
pasangannya. Karena ternyata cinta bukan satu-satunya alasan menjalin hubungan.
Bisa jadi ‘kemampuan mempertahankan pasangan’ menjadi sebuah alasan berpacaran.
Anggap saja cinta adalah suatu alasan berpacaran, maka sekalipun muncul sejuta
alasan lain untuk putus semisalnya selingkuh, tertangkap polisi, mendadak
miskin, atau alasan-alasan lain yang tak terhingga, hubungan lo tetep aman. Gue
gabegitu jago dalam matematika, tapi
yang gue tau: 1/∞=0, satu (cinta) dibagi tak hingga (alasan putus) sama dengan
NOL. Satu-satunya alasan lo putus adalah saat lo berhenti mencintai. Kemudian
perkara alasan kemampuan mempertahankan tadi, munurut gue peluangnya sama:
1/∞=0, satu (kemampuan mempertahankan) dibagi tak hingga (alasan putus) sama
dengan NOL. Satu satunya kemungkinan lo putus adalah saat pasangan lo berhenti
mempertahankan. Berpacaran cuma persoalan antara lo atau pasangan lo, persoalan
antara mencintai atau dipertahankan. Itulah sebabnya keputusan Sinta tadi
dianggap sah-sah aja.
GOODLUCK! :)