Selasa, 27 Oktober 2015

menikah tidak sesederhana itu

hmmm sudah lama juga yaa... sederatan kerjaan belakangan membuat blog gue terakhir di updated bulan Agustus lalu, sebenarnya ide itu sering datang namun disaat gue sedang tidak punya waktu menulis, ketika gue siap untuk menulis, ide tadi hilang entah kemana..

entah kenapa lagi-lagi bagi gue, topik pernikahan menarik untuk dibahas, anggap saja karena belakangan gue banyak menerima undangan pernikahan dari teman-teman dan kolega, atau karena memang sudah masanya manusia seumuran gue membahas persoalan pernikahan, bukan lagi membahas trend rambut yang lagi in (karena alhamdulillah rambutnya udah dikerudungin) atau dari fakultas mana yang memenangkan kejuaran basket tingkat kampus.

dulu ketika masih remaja, ketika lagi asik pacaran tanpa arah tujuan, ketika gue menatap dalam mata pacar, ketika hati kecil gue bertanya "apakah dia jodoh gue?". ketika itu juga gue melayangkan pertanyaan "kamu sayang ga sama aku?". dan katika itu, hanya sebuah jawaban aku sayang banget sama kamu, cuma kamu yang bisa ngertiin aku, aku bakal jadiin kamu istri aku, saja sudah mampu membuat gue yakin akan menikah dengannya suatu hari nanti. gue terus berada dibawah pengaruh endofrin seperti itu hingga pacar gue tadi ganti status menjadi mantan pacar, kemudian semua kata-kata tadi tidaklah berarti lagi. Begitu simple perasaan anak remaja, begitu sederhana pertimbangan mereka.

dulu ketika masih remaja pula, gue pernah bertanya pada ibu, tante, dan om sebuah pertanyaan yang sama, yaitu "bagaimana kita tau bahwa seseorang itu jodoh kita apa bukan?", tante gue menjawab "dulu tante nikah sama om karena sebelum dilamar tante mimpi dipatok ular besar". pertimbangan ini tidak berlaku buat gue, karena gue sangat sering bermimpi digigit atau sekedar dikejar ular sedari SMA. sementara jawaban om gue adalah "ketika kita siap menikah, maka orang yang datang ketika itulah jodoh kita", ini juga tidak bisa menjadi pertimbangan, karena tidak ada indikator pasti kapan gue siap nikah dan kapan gue kepengen nikah. jawaban dari ibu gue lebih absurd "ketika telinga tidak lagi terasa sakit saat dicubit, saat itulah kita tau dia jodoh kita", gue bingung.

dan ternyata pertimbangan menikah itu ga semudah semua pertimbangan diatas, pertimbangan menikah bukan cuma sekedar mau nikah sekarang atau nanti, bukan sekedar mau nikah hari ini atau besok, bukan sekedar mau nikah adat batak atau minang, bukan sekedar mau menghabiskan budget berapa buat resepsi, bukan sekedar mau nikah sama pilihan sendiri atau dijodohkan, bukan pula perkara nikah di KUA, di rumah, di gedung, atau di hotel. Pertimbangannya jauh lebih rumit dari pada itu.

ternyata menikah itu kita harus mempertimbangkan bagaimana caranya bertanggung jawab, apakah akan lebih mementingkan mertua atau orang tua, apakah lebih memilih membiayai kuliah istri atau kuliah adik kandung sendiri. apakah akan bekerja atau bergantung pada orang tua dan suami, apakah akan merawat anak dirumah atau mencari nafkah diluar, apakah akan melanjutkan kuliah atau membantu keuangan orang tua. apakah akan mendidik anak dengan tangan sendiri atau meminta bantuan nanny. ternyata tidak sesederhana pertimbangan sebelumnya bukan?. Yap, butuh tenaga dan effort ekstra untuk berpikir. kita harus berpikir apakah orang yang akan kita nikahi ini cocok dengan pertimbangan yang kita pilih tadi, apakah dia mendukung rencana kita atau tidak. bukan egois, tapi realistis. toh kita gamau kan rumah tangga kita penuh dengan selisih paham?. maka jodoh bukan perkara rasa sayang, bukan perkara bermimpi dipatok ular, atau perkara ganteng dan kaya. menikah tidak sesederhana itu. goodluck :)